“AJI Palu berpendapat, tiga hal tersebut diatas adalah jaminan kemerdekaan pers di daerah ini,” tandasnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut, AJI Palu meminta kepada para pihak yang berkompeten untuk: menghentikan kekerasan terhadap jurnalis. Bagi AJI Palu, menyerang jurnalis atau pemidanaan karya jurnalistik adalah serangan terbuka terhadap kebebasan pers.
Kemudian mendesak kepada parapihak, menempuh mekanisme penyelesaian sengketa jurnalistik jika terdapat karya jurnalistik yang memenuhi standar atau norma kode etik jurnalistik. Tidak melakukan pemidanaan terhadap wartawan.
“Jurnalis adalah individu yang merdeka. Karenanya tidak bisa dieksploitasi dengan membiarkannya tidak mendapat perlindungan dari perusahaan tempatnya bekerja, jika sewaktu-waktu mendapat musibah. (sakit – terpapar Covid-19).”
Kemudian AJI Plu juga meminta kepada perusahaan media, memberikan upah layak kepada setiap jurnalisnya.
Empat poin sikap AJI Palu, tersebut sejalan dengan UU Nomor 40/1999 tentang pers. Bahwa pers memegang mandat publik untuk menyampaikan informasi, tidak boleh dikriminalisasi karena karya jurnalistiknya.
“Perusahaan media setidaknya berpedoman terhadap standar upah pemerintah – (jika tidak mampu memberikan upah layak) kepada jurnalisnya,” katanya.
Demikian sikap AJI Palu, sekaligus sebagai refleksi atas situasi dan kondisi jurnalis pada satu tahun terakhir. red