ReferensiA.id- Masalah dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam mencuat dalam debat publik pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Palu yang berlangsung di Hotel Best Western Coco Palu, Jl Basuki Rahmat, Kota Palu pada Jumat, 22 November 2024.
Saat sesi tanya jawab antar paslon, paslon nomor urut 1 Hidayat-Andi Nur B Lamakarate (Handal) mempertanyakan alokasi DBH berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2022 kepada Paslon nomor urut 2 Hadianto Rasyid-Imelda Liliana Muhidin.
“Kota ini kekurangan dana. Sesuai undang-undang, berapa persen DBH yang seharusnya kita terima dari sumber daya alam, khususnya sektor minerba,” tanya Andi Nur B Lamakarate.
Ia juga menekankan pentingnya transparansi dan kejelasan dalam perhitungan DBH karena daerah menghadapi kekurangan anggaran, yang memengaruhi kebijakan pajak daerah.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Hadianto Rasyid menjelaskan bahwa DBH setiap tahun berfluktuasi.
“Dana bagi hasil dari pusat yang kita terima sekitar Rp70 miliar, sedangkan dari provinsi kurang dari Rp20 miliar. Namun, perhitungannya adalah kewenangan penuh pusat,” beber Hadianto.
Ia juga menyebut bahwa upaya daerah untuk mengajukan keberatan terhadap alokasi DBH sering kali tidak membuahkan perubahan signifikan.
Hadianto menambahkan bahwa pada tahun 2024 terjadi koreksi dalam penghitungan DBH, yang menghasilkan tambahan penerimaan kurang dari Rp100 miliar.
Memberikan tanggapan atas penjelasan tersebut, Andi B Nur Lamakrate mengatakan DBH dari sumber daya alam sudah jelas. Pusat mendapatkan 20%, provinsi 48%, dan kota 32%.
Ia juga mengkritik jawaban dari Hadianto yang dianggap keliru menyamakan transfer pusat dengan DBH.
Kata dia, itu bukan DBH, melainkan dana transfer berdasarkan indikator sosial seperti jumlah penduduk. “Kita harus tahu betul bagaimana alokasi 32% untuk kota dihitung, terutama dengan adanya sumber daya alam seperti migas dan minerba,” tambahnya. BIM