ReferensiA.id- Gempa berkekuatan magnitudo 7,4 disusul tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2018 mesti menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan masyarakat di Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong (Padagimo). Bencana besar 4 tahun silam itu telah merenggut ribuan nyawa dan menghancurkan harta benda dalam sekejap.
Banyaknya korban jiwa dan besarnya kerugian materi akibat gempa yang dipicu pergeseran patahan Palu Koro mesti diminimalisir jika bencana kembali terjadi di masa yang akan datang. Salah satu caranya adalah tingkatkan kapasitas literasi masyarakat yang hidup di atas patahan Palu Koro.
Bukan hanya soal baca tulis tapi memiliki kedalaman pengetahuan. Sebab peristiwa bencana 4 tahun silam merupakan keberulangan sebagaimana terekam dalam sejarah gempa dan tsunami di Teluk Palu. Keberulangan ini juga diketahui dengan baik dalam memori masyarakat.
“Seandainya masyarakat memiliki kapasitas literasi kebencanaan yang baik, maka dia akan terselamatkan jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Tapi kalau dibiarkan tidak tahu, itu mencelakakan,” kata Kepala Arsip Nasional, Imam Gunarto saat menghadiri puncak peringatan Bulan Gemar Membaca dan Hari Kunjung Perpustakaan di Kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulteng, Jalan Banteng, Palu, Rabu 28 September 2022.
Kegiatan itu dirangkaian dengan peringatan 4 tahun bencana gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi di Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusarda) Sulteng ini dianggap penting karena adanya rangkaian pustaka, arsip, literasi dan kebencanaan.
“Butuh kesiapsiagaan dari seluruh masyarakat agar punya kewaspadaan terhadap bencana. Untuk bisa belajar tentang kewaspadaan bencana, kita harus belajar dari masa lalu,” ujar Imam Gunarto.