News  

Sanggar Seni KALENA FKM Untad Angkat Isu Kesehatan lewat Karya Seni

Sanggar seni kalena
ReferensiA.id

ReferensiA.id- Sanggar Seni KALENA Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Tadulako (Untad) menggelar Pentas Seni KALENA (PENA) pada Sabtu, 31 Agustus 2024 malam.

Pentas yang merupakan agenda tahunan Sanggar Seni KALENA itu mengangkat tema ‘Tutura’, digelar di Wisma Donggala, Jalan Diponegoro, Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Rahmad Ramadhan selaku pimpinan produksi dan ketua Sanggar Seni KALENA mengungkapkan, konsep PENA kali ini adalah membawa isu kesehatan.

Baca Juga:  Anak-anak di Sulteng Kampanyekan Aksi Dampak Krisis Iklim Lewat Pentas Seni

“PENA tahun ini mengangkat tema ‘Tutura’. Tutura adalah bahasa Kaili yang berarti menutur (bertutur). Menutur salah satu budaya yang selalu dilestarikan oleh orang/suku Kaili, di mana ditutur tersebut berisikan cerita para pendahulu/legenda, silsilah keluarga, berbagai cerita rakyat dan lain-lain. Makna menutur yang dijadikan pentas ini adalah menceritakan sesuatu melalui berbagai macam yang berhubungan dengan kesehatan melalui penampilan dari berbagai macam tangkai seni,” jelas Rahmad.

Dia bilang, pentas yang disajikan merupakan hasil eksplorasi budaya yang dilakukan Sanggar Seni KALENA di Desa Parigimpu, Kecamatan Parigi Barat, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, kemudian diolah menjadi beberapa penampilan seni yang meliputi musik, seni rupa, drama, hingga tari-tarian yang bersinggungan dengan mitos dan isu-isu kesehatan.

Baca Juga:  Anak-anak di Sulteng Kampanyekan Aksi Dampak Krisis Iklim Lewat Pentas Seni

Selain itu, galeri lukisan hingga pemutaran film dokumenter eksplorasi budaya yang ditayangkan makin memperkuat konsep tutura itu sendiri.

Jayanti, salah satu penonton mengungkapkan kekagumanya terhadap galeri lukisan dan keseluruhan pementasan.

“Dari awal masuk gerbang saya sudah disambut dengan berbagai macam booth dan lukisan-lukisan. Pementasan ini memiliki pesan yang mendalam, tapi tidak sulit untuk dipahami, jadi penonton yang bukan penikmat seni seperti saya bisa menikmati dan memahami makna dari tiap-tiap pementasan, apalagi ditambah film dokumenter,” ungkap Jayanti. RED

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *