Wiluyo berharap kehadiran Laboratorium Gasifikasi Biomassa dan Sampah yang dimiliki Institute Teknologi PLN dapat menjawab tantangan tersebut.
Melalui beragam inovasi teknologi yang bisa digunakan agar program co-firing tetap bisa berjalan dengan tingkat keekonomian yang terjangkau.
“Kami berharap dengan adanya Laboratorium ini maka bisa menjadi ruang kreatifitas dan ruang inovasi bagi IT PLN. Harapannya melalui uji coba maupun rekayasa laboratorium bisa menghasilkan teknologi yang lebih efisien,” ujar Wiluyo.
Rektor Institute Teknologi PLN Iwa Garniwa menjelaskan, hadirnya laboratorium ini memang untuk menjawab tantangan PLN dalam pengembangan EBT ke depan.
Terutama dalam sisi biomassa, kata Iwa, ada banyak inovasi yang bisa diuji coba sehingga mendapatkan formula yang efisien dan efektif dalam implementasi co-firing.
“Kami melihat teknologi co-firing ini mengolah material padat menjadi energi melalui proses gasifikasi. Kami melakukan beberapa percobaan, baik dari sampah maupun biomassa. Kami mencoba kolaborasi dengan banyak pihak termasuk industri komponen pendukung agar bisa mengkaji formula dan inovasi yang tepat untuk teknik co-firing ini,” ujar Iwa.
Iwa juga menjelaskan, laboratorium ini yang pertama ada di Indonesia. Selama ini belum ada laboratorium yang spesifik memiliki instrumen untuk pengembangan biomassa dan sampah.
“Barangkali ini merupakan lab pertama di Indonesia yang khusus sebagai ruang uji coba inovasi dalam bidang biomassa dan sampah. Laboratorium ini bisa menjadi percontohan dan kami membuka ruang terbuka untuk bekerja sama,” ujar Iwa. red