ReferensiA.id- Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar, menegaskan pentingnya berpikir kritis dan berani memperbarui pemikiran dalam memahami ajaran Islam.
Pesan ini Ia sampaikan saat memberikan sambutan dalam Studium Generale Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKU-MI) di Aula VIP Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa 4 Februari 2025 lalu. Acara ini mengusung tema “Mewujudkan Indonesia Sebagai Kiblat Peradaban Islam Rahmatan li An-Nisa.”
Dalam kesempatan tersebut, Menag menyoroti pentingnya keterbukaan dalam menafsirkan ajaran Islam. Ia menekankan bahwa pemahaman yang lebih luas dan mendalam sangat diperlukan agar tidak terjadi monopoli tafsir oleh satu kelompok tertentu.
“Penting bagi setiap individu untuk memiliki keberanian berpikir kritis. Ulama besar lahir dari mereka yang berani memperbaharui pemikiran dengan tetap berpegang pada kaidah-kaidah yang kuat. Tanpa pemahaman yang mendalam, seseorang hanya akan memahami Islam di permukaan tanpa mampu menggali logika yang lebih dalam,” ujar Menag yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal dikutip dari siaran pers, Kamis 6 Februari 2025.
Sebagai contoh, Menag mengangkat isu bias gender dalam tafsir ayat Al-Quran. Ia menyebutkan bahwa bahasa Arab memiliki kecenderungan patriarki, seperti dalam kaidah yang menyatakan bahwa jika laki-laki dan perempuan berkumpul dalam satu kelompok, maka bentuk mudzakkar (maskulin) yang digunakan.
Salah satu contoh ayat yang sering diperdebatkan adalah “Ar-Rijaalu Qawwaamuuna ‘ala an-nisa”, yang sering diterjemahkan sebagai laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan.
“Ada pendapat yang mengatakan bahwa makna tersebut merupakan hasil tafsir yang bias gender. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih luas dan mendalam sangat diperlukan agar tidak terjadi monopoli tafsir oleh satu kelompok saja,” tegasnya.