Penulis: Andika *)
ReferensiA.id- Jelang tahun panas politik, kali ini agak berbeda. Seperti ada yang hilang. Kita rindu pada hal itu. Sebuah broadcast foto dengan caption “enak jamanku toh”.
Sebuah broadcast (pesan siaran) yang viral menaruh foto Pak Harto, Presiden Indonesia ke II dengan aneka macam caption. Konten itu ikut meramaikan jagat narasi tahun politik.
Broadcast semisal “enak jamanku toh,” rindu Pak Harto, dan lain, menjadi bagian dari menu pokok cerita besar tahun politik. Presisi dengan acuan calon presiden, narasi itu hendak menggambarkan situasi sekarang jauh lebih buruk dari era orde baru.
Tapi sayang, broadcast itu tidak menghasilkan sebuah muara pilihan politik yang berbau kembalinya era Pak Harto. Trah, kolega, maupun keturunan Pak Harto tidak bisa mengambil pesan itu sebagai sebuah kekuatan.
Beda hal dengan Putra Ferdinand Marcos di Filipina. Pria yang dijuluki Bong Bong oleh warga Philipinan itu, berhasil menarik simpati, dan membawanya terpilih jadi Presiden.
Konon popularitasnya itu, diperoleh dari main “Tiktok”. Kabar ini seakan memaku dengan tegas, bahwa generasi millenial jadi pemilihnya.
Asumsi ini tentu kontras dengan narasi “enak jamanku toh”. Mestinya salah satu putra putri Pak Harto bisa jadi Presiden.
Sebab, merujuk ke Filipina, justru generasi millenial lebih rindu pada Ferdinand Marcos yang mungkin pengetahuan mereka terbatas. Tentang situasi yang terjadi di masa diktator Ferdinand Marcos berkuasa.
Kalau Rindu, Ada Tommy Soeharto
Kembali ke tema broadcast “enak jamanku toh”. Bisa jadi fenomena ini menghilang setelah tidak menghasilkan sesuatu yang secara politik.
Barangkali memang broadcast itu dibuat bukan dimaksudkan untuk jalur perebutan kekuasaan. Melainkan sebagai pelipur lara, kerinduan generasi millenial pada era Pak Harto.