ReferensiA.id- Ahmad Abdullah, pernah merasakan hidup di balik jeruji besi lantaran terlibat kasus terorisme. Kini memilih fokus berbisnis untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pernah jadi narapidana (napi) kasus terorisme bom Gereja Katedral Makassar Sulawesi Selatan, Ahmad Abdullah yang saat itu ditangkap oleh Densus 88 Anti Teror pada 26 April 2021, harus menjalani pidana penjara/hukuman selama tiga tahun enam bulan hingga dinyatakan bebas dari Lapas Kelas IIA Ambarawa Jawa Tengah pada 2 Februari 2024 dengan status pembebasan bersyarat.
Usai bebas, kini ia mengalihkan kesibukan untuk melanjutkan hidup yang lebih baik. Ahmad Abdullah kini berbisnis dan jual beli sapi.
Selain itu, ia juga membuka tempat pengajian Al- Quran (TPQ) di kediamannya. Ia mengajarkan anak- anak mengaji dengan metode TSAQIFA.
Saat ditemui oleh Tim Ops Madago Raya kediamannya, Ahmad Abdullah menyampaikan terima kasih kepada pihak kepolisian, terutama Satgas I Ops Madago Raya yang sudah mendatangi dirinya untuk bersilaturahmi.
Pada Selasa, 11 Juni 2024, Satgas II Ops Madago Raya yang di dampingi oleh Lurah Kayamanya bersama Babinsa dan Bhabinkamtibmas juga telah mendatangi dirinya di kediaman di Jalan Pulau Bangka, Kelurahan Kayamanya, Kecamatan Poso Kota, Kabupatem Poso untuk bersilaturahmi.
“Terima kasih atas bantuan yang telah diberikan oleh kepolisian yang di mana beberapa bulan yang lalu telah membantu untuk pengurusan SIM C di Polres Poso,” kata dia.
Karena saat ini belum memperoleh lapangan pekerjaan yang tetap, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, ia berusaha menjalankan bisnis jual beli sapi yang menurutnya sudah cukup untuk kebutuhan hidup keluarganya.
Sementara itu, Ahmad Abdullah juga menyampaikan akan selalu mendukung kebijakan dan program pemerintah dalam membangun Kabupaten Poso yang saat ini sudah aman, serta mendukung dan membantu pihak jepolisian dalam menjaga serta menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di wilayah Kabupaten Poso, terlebih khusus dalam kegiatan pencegahan berkembangnya pemahaman radikal, intoleran dan terorisme. RED