ReferensiA.id- Dasar perhitungan kerugian negara pada perkara kerja sama bisnis antara PT Bank Sulteng dan PT Bina Artha Prima (BAP) periode 2017-2021 tidak jelas, sehingga kerugian negara yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak memenuhi unsur kepastian.
Hal ini terungkap dalam keterangan saksi ahli yang dihadirkan JPU pada lanjutan sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Palu, Senin 16 Oktober 2023.
Merujuk pada hal tersebut, penasihat hukum eks Direktur Utama Bank Sulteng Rahmat Abdul Haris menilai penetapan nilai kerugian negara pada perkara kerja sama bisnis Bank Sulteng-PT BAP sifatnya masih prematur karena tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Diketahui, JPU menghadirkan saksi ahli akuntansi dan auditing dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah, Mirza Asep Shena.
Di depan majelis hakim, saksi ahli Mirza Asep Shena mengakui adanya Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor : PE.03/SR-254/PW19/5/2022 tanggal 26 Agustus 2022 atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama antara PT Bank Sulteng dan PT Bina Artha Prima tahun 2017 – 2021 yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah.
Laporan hasil audit tersebut, menurut Mirza, dibuat hanya berdasarkan target Rp25 miliar yang berasal dari memo internal Bank Sulteng yang tidak tercantum dan disepakati di dalam perjanjian kerja sama antara PT Bank Sulteng dengan PT Bina Artha Prima tahun 2017 – 2021.
Tapi, Mirza mengaku tidak mengetahui kalau memo internal Bank Sulteng tersebut justru mengikat pihak ketiga dalam hal ini PT Bina Artha Prima untuk mencapai target.
“Tidak tahu,” kata Mirza di depan persidangan saat dicecar oleh penasihat hukum terdakwa.