“Kerjasama antara PT Bank Sulteng dengan PT BAP sifatnya adalah alih daya tenaga pemasaran, untuk mencari nasabah kredit. Tapi pengertian alih daya dalam kerja sama bisnis perbankan ini juga tidak diketahui oleh saksi ahli,” ujar Machbub.
Selain itu, saksi ahli juga tidak mampu menunjukkan ketentuan yang dilanggar oleh terdakwa Rahmat Abdul Haris. Hal itu terungkap saat saksi ahli Mirza Asep Shena ditanya apakah ada ketentuan undang-undang yang dilanggar.
“Perhitungan kerugian negara hanya berdasar pada target kerja sama bisnis, padahal secara keseluruhan kerja sama Bank Sulteng dan PT BAP ini dalam laporannya dan keterangan saksi lainnya, menguntungkan,” tegas Muhammad Nursalam yang juga penasehat hukum mantan Direktur Utama Bank Sulteng Rahmat Abdul Haris.
Dalam persidangan, Nursalam juga menyoroti auditor BPKP yang tidak menggunakan perjanjian kerja sama Bank Sulteng dan PT BAP sebagai rujukan, termasuk saat melakukan perhitungan kerugian negara.
“Dalam perjanjian kerjasama antara Bank Sulteng dan PT BAP tidak pernah disebutkan adanya target Rp25 miliar. Target tersebut hanya pada memo internal yang sifatnya justru mengikat ke PT BAP sebagai mitra kerjasama,” pungkas Nursalam. RED