Di sisi lain, Mirza menyebutkan kalau pelanggaran yang dilakukan direksi PT Bank Sulteng karena perjanjian kerjasama antara PT Bank Sulteng dengan PT Bina Artha Prima tidak melalui proses lelang.
Tapi keterangan tersebut bertentangan dengan keterangan saksi ahli Mirza sendiri saat dicecar pertanyaan oleh penasihat hukum eks Dirut Bank Sulteng.
Di depan majelis hakim, Mirza mengaku tidak mengetahui kapan pengadaan barang dan jasa dilakukan lelang dan tidak mengetahui dasar hukum pelaksanaan lelang kerja sama tersebut.
“Kami hanya berdasar pada keterangan Kepala Divisi Kepatuhan Bank Sulteng saat itu, terkait hal tersebut (pelaksanaan lelang kerjasama pihak ketiga),” tutur Mirza.
Dalam keterangannya lebih lanjut, Mirza mengakui baru pertama kali memberikan keterangan sebagai ahli dalam perkara tindak pidana korupsi atau tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam memberikan keterangan sebagai ahli dalam perkara tindak pidana korupsi.
Machbub selaku penasehat hukum eks Direktur Utama Bank Sulteng Rahmat Abdul Haris menegaskan, merujuk pada keterangan saksi ahli maka perhitungan kerugian negara pada perkara kerjasama bisnis Bank Sulteng dan PT BAP bersifat prematur karena tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Di sisi lain, Machbub juga menyoroti keterangan saksi ahli yang menyandarkan pemeriksaan pada keterangan Direktur Kepatuhan Bank Sulteng yang menyebutkan harus dilakukan lelang untuk kerja sama bisnis Bank Sulteng dan PT BAP.
“Saksi ahli tidak paham tentang aturan pengadaan barang dan jasa, tapi tidak bertanya pada ahlinya tentang hal tersebut, padahal ada aturan serta undang-undangnya. Tapi hanya menjadikan keterangan Divisi Kepatuhan sebagai dasar menyebut terjadinya pelanggaran,” tegas Machbub.
Machbub juga mengaku kecewa dengan saksi ahli yang tidak paham tentang pengertian jasa lainnya dalam mencermati lalu menghitung terjadinya kerugian negara pada perkata kerja sama bisnis Bank Sulteng-PT BAP.